Rabu, 18 November 2015

Penjelasan Giant Sea Wall

Muslim Muin
Keputusan mempercepat pembangunan giant sea wall Jakarta menjadi 2014 sangat mengejutkan. Keputusan bersama Menko Perekonomian, Menteri Perhubungan, Menteri PU, dan gubernur tiga wilayah (Jakarta, Jawa Barat, Banten) perlu dikaji ulang.
Giant sea wall adalah sebuah tanggul laut raksasa yang membentengi Teluk Jakarta. Proyek dengan panjang 30 kilometer dan bernilai di atas Rp 200 triliun tersebut dirancang untuk mengatasi banjir akibat kenaikan permukaan air laut, membersihkan air sungai sebelum ke laut, dan reklamasi pantai.
Namun, sebagai seorang ahli teknik kelautan, penulis tidak sependapat dengan keputusan itu. Tanggul laut raksasa adalah proyek salah kaprah karena akan lebih banyak merugikan.
Jakarta tidak memerlukan tanggul laut raksasa karena tidak ada banjir dari laut. Kalaupun terjadi rob, itu lebih disebabkan penurunan muka tanah, bukan perubahan muka air laut.
Sebaliknya, tanggul laut raksasa akan memperparah banjir di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Kehadiran tanggul laut akan memperpanjang alur sungai sehingga memperlambat aliran air. Belum lagi peningkatan laju sedimentasi karena menurunnya kecepatan aliran air. Dengan demikian, selain banjir juga terjadi percepatan pendangkalan sungai yang perlu biaya pengerukan rutin besar.
Dampak lain adalah penutupan dua pelabuhan perikanan Nusantara. Ribuan nelayan harus dipindahkan. Pembangkit Listrik Muara Karang juga harus ditutup karena aliran air pendingin tidak lagi tersedia. Kalaupun dipertahankan, biaya operasinya sangat besar karena memerlukan pompa yang berjalan terus.
Tanggul laut raksasa yang direncanakan dalam sistem tertutup membuat air tidak mengalir. Karena itu, kualitas lingkungan Laut Jakarta akan rusak.
Awal mula
Muka air laut dipengaruhi pasang surut, tsunami, badai, dan pemanasan global. Fluktuasi muka air laut di Jakarta lebih banyak dipengaruhi pasang surut.
Jakarta berada pada perairan dangkal dan terlindung dari tsunami. Ancaman tsunami untuk Teluk Jakarta berasal dari Selat Sunda (Gunung Krakatau). Sebelum merambat ke Laut Jawa, tsunami harus melalui Selat Sunda yang sempit dan dangkal sehingga sebagian energi hilang. Gelombang tsunami yang merambat di Teluk Jakarta juga sangat kecil karena berada dalam daerah terlindung.
Posisi Teluk Jakarta sangat jauh dari pusat badai di Laut China Selatan. Perubahan muka air laut akibat badai akan lebih besar dampaknya di Malaysia dan Kalimantan dibanding di Jakarta.
Pemanasan global tidak hanya mengancam Jakarta, tetapi juga kota-kota lain di dunia. Kelihatan sekali pejabat DKI memperlakukan Jakarta sebagai kota cengeng yang tidak terurus dan diperbodoh konsultan asing.
Jadi, Jakarta tidak memerlukan tanggul laut raksasa.
Usulan Belanda
Tanggul laut raksasa adalah proyek peninggalan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, diusulkan konsultan Belanda. Mereka menyebutnya Sea Dike Plan Tahap III, dibangun tahun 2020-2030. Sesuai permintaan Gubernur DKI Jakarta yang baru, Joko Widodo, Menko Perekonomian setuju mempercepat ide ini langsung pada tahap III tanpa melalui tahap I dan II.
Peta tata letak menunjukkan, tanggul laut raksasa Jakarta tidak sama dengan Palm Island Project di Dubai yang jadi acuan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Tanggul laut raksasa dirancang dalam sistem tertutup sehingga tidak terjadi putaran aliran air yang akan memperburuk kualitas perairan Jakarta.
Juga tidak tampak akses keluar untuk Pelabuhan Perikanan Nusantara sehingga fasilitas yang sangat penting ini harus ditutup. Karena itu, keputusan untuk mempercepat proyek tanggul laut raksasa perlu dikaji ulang.
Selain akan berdampak pada sulitnya Pembangkit Listrik Muara Karang mendapatkan air pendingin, ditutupnya Teluk Jakarta juga menyulitkan jalur pipa untuk pasokan gas dan minyak. Karena itu, sekali lagi, rencana ini harus dikaji saksama. Pipa yang ada belum tentu mampu menahan beban tanggul, apalagi mengantisipasi risiko penurunan tanah di tanggul itu.
Aliran sungai
Mari kita lanjutkan uraian dengan melihat skema aliran air sungai ke laut setelah tanggul laut raksasa dibangun. Dari tata letak yang disajikan dalam laporan Jakarta Coastal Defense Strategy, tampak bahwa untuk mempertahankan muka air di dalam tanggul diperlukan pompa yang harus bekerja tanpa henti.
Bila pompa rusak, Jakarta akan tenggelam. Ini bila kita menggunakan skenario terburuk laju penurunan 10 cm per tahun. Diperkirakan, penurunan muka tanah sepanjang 2010-2030 adalah sekitar 2 meter.
Tinggi Sea Dike 3 ternyata tak sesuai. Kenyataannya, Sea Dike 3 akan dibangun pada kedalaman lebih dari 8 meter, tak hanya 3 meter seperti yang disampaikan konsultan Belanda. Karena itu, Pemerintah Indonesia harus hati-hati mengkaji ide ini.
Jika ukuran Sea Dike 3 disesuaikan dengan kedalaman air di jalur tanggul laut raksasa tampaklah ukuran tanggul laut raksasa sangat besar bila dibandingkan dengan hanya membuat tanggul di sepanjang pantai yang, menurut saya, merupakan solusi lebih masuk akal dan murah. Tentu saja ketinggian tanggul disesuaikan laju penurunan tanah.
Dari segi biaya, pembuatan tanggul jauh lebih murah. River dike versi penulis hanya lebih tinggi 1 meter dibandingkan river dike versi konsultan Belanda. River dike yang lebih tinggi juga berarti menampung air tawar lebih banyak.
Pembaca bisa melihat dengan jelas, sistem yang saya usulkan tak memerlukan pompa untuk mengalirkan air sungai ke laut karena memanfaatkan gravitasi.
Tanggul sepanjang pantai tidak memerlukan pompa untuk mengalirkan air sungai ke laut. Murah dan tidak perlu menutup fasilitas yang sudah ada.
Sekali lagi bisa disimpulkan, Jakarta tidak memerlukan tanggul laut raksasa. Jakarta cukup membuat tanggul sepanjang pantai pada daerah yang mengalami penurunan tanah dan mempertinggi tanggul sungai. Jakarta harus segera melarang reklamasi pantai karena akan memperparah banjir di kawasannya.
Muslim Muin Ketua Kelompok Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung

KOMPAS.com – Peneliti kealutan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, meminta agar data hasil uji kelayakan giant sea wall serta data lebih detail tentang laju penurunan tanah di Jakarta dibuka kepada kalangan ilmuwan.
Widjo mengungkapkan bahwa data tersebut bermanfaat sehingga kalangan ilmuwan bisa memberikan rekomendasi terkait rencana pembangunan tanggul raksasa yang dikatakan untuk mengatasi rob.
“Terutama data hasil kajian tim Belanda,” kata Widjo. Data laju penurunan tanah dan lainnya dinyatakan dimiliki oleh pihak Kementerian Koordinator Perekonomian. “Tapi sampai sekarang juga belum di-share,” imbuhnya.
Dihubungi Kompas.com, Senin (6/10/2014), Widjo mengungkapkan bahwa untuk bisa memberikan rekomendasi, kalangan ilmuwan membutuhkan data detail. Data akan membantu kalangan ilmuwan melakukan pengkajian risiko dan menentukan alternatif solusi.
Sebelumnya, Widjo mengungkapkan bahwa pembangunan giant sea wall berpotensi merugikan dan sia-sia. Pembangunan tanggul tak bakal mengatasi banjir namun justru menurunkan kualitas air, meningkatkan muka air laut, dan merusak lingkungan.
Pemodelan yang dilakukan Widjo menunjukkan, pembangunan tanggul menaikkan muka air laut setinggi 0,5-1 meter selama 14 hari pada dua skenario dua musim ekstrem. Kualitas air menurun, ditandai dengan kenaikan biological oxygen demand (BOD) lebih dari 100 persen, penurunan dissolved oxygen (DO) lebih dari 20 persen, dan penurunan salinitas air lebih dari 3 persen.
Widjo menilai, pembangunan giant sea wall untuk mengatasi banjir rob salah kaprah. Masalahnya, banjir rob Jakarta lebih disebabkan oleh penurunan tanah akibat eksploitasi air berlebihan.
Editor: Yunanto Wiji Utomo
Wacana pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta dan reklamasi dalam bentuk pulau-pulau muncul pada era Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dengan usulan datang dari konsultan Belanda. Awalnya disebut Sea Dike Plan Tahap III dan akan dibangun pada 2020-2030.
Proyek itu lalu dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI untuk 2010-2030. Disebutkan, untuk mengatasi pasang naik air laut yang semakin tinggi karena pemanasan global, akan dibangun pulau-pulau dengan cara reklamasi. Pulau itu akan dilengkapi tanggul laut raksasa.
Belakangan, proyek yang kini disebut ”Pembangunan Pesisir Terpadu Ibu Kota Negara” juga dimaksudkan untuk menyediakan sumber air bersih. Asumsinya, tanggul akan terisi air tawar dari 13 sungai yang bermuara di dalamnya. Dengan penyediaan air baku, diharapkan penyedotan air tanah pemicu penurunan daratan hingga 10 cm per tahun dapat dihentikan.
Dengan alasan itu pula, pada Juni 2013, pemerintah pusat bersama Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten bersepakat mempercepat proyek itu. ”Untuk giant sea wall, dari jadwal awalnya tahun 2020, akan ground breaking pada 2014,” kata mantan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, di Jakarta, seperti dikutip Kompas, Kamis (7/3/2013).
Percepatan dilakukan karena mendesaknya kebutuhan fasilitas itu, yaitu dipicu penurunan permukaan tanah di pesisir DKI yang akan mencapai 4 meter pada 2020.
Namun, menurut Muslim Muin, ahli oseanografi yang juga mantan Kepala Program Studi Kelautan Institut Teknologi Bandung (ITB), percepatan itu lebih karena besarnya minat swasta. Tak hanya menjadi infrastruktur pengendali banjir, proyek itu memang disiapkan menghasilkan lahan reklamasi hingga 4.000 hektar.
Gubernur DKI Joko Widodo, yang juga presiden terpilih, mengakui besarnya minat pihak swasta. ”Tanggul laut memang menarik secara bisnis dan komersial sehingga banyak yang mau terlibat. Tidak hanya satu dua pihak, tetapi banyak,” kata Jokowi (Kompas, 7/3/2013).
Kamis (9/10/2014), pemancangan tiang pertama itu akhirnya dilakukan, menandai pembangunan tanggul laut sepanjang 32 kilometer atau Tahap I dari tiga lapis tanggul. Dari panjang itu, pemerintah pusat dan Pemprov DKI hanya akan menanggung pembiayaan 8 kilometer dengan dana Rp 3,5 triliun. Sisanya, 24 km dibiayai swasta pemegang konsesi lahan reklamasi.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia Bernardus Djonoputro mengkritik model pembangunan itu. ”Menggantungkan pembangunan infrastruktur dasar kepada swasta merupakan cara berpikir keliru. Logikanya, swasta mau masuk pasti kalau menguntungkan bisnis mereka,” tuturnya.
Dengan cara pikir swasta, tidak mengherankan jika proyek cenderung meminggirkan kepentingan masyarakat, utamanya nelayan di pesisir. ”Itu berpotensi memicu kesenjangan luar biasa besar antara penduduk asli Jakarta dan pelaku ekonomi baru yang akan muncul di pulau-pulau reklamasi ini. Apakah itu sudah dikaji dampaknya?” kata Djonoputro.
Berdasarkan data dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), sedikitnya 16.855 nelayan akan tergusur.
Setiap pembangunan kota perlu diukur manfaat dan dampaknya bagi warga, demikian pula rencana pembangunan tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta. Siapa akan menangguk untung dan siapa kelak yang menanggung dampak buruknya harus terjelaskan kepada publik karena kota dibangun untuk warga, bukan segelintir elite, seperti politisi atau pebisnis.
Setiap pembangunan kota perlu diukur manfaat dan dampaknya bagi warga, demikian pula rencana pembangunan tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta. Siapa akan menangguk untung dan siapa kelak yang menanggung dampak buruknya harus terjelaskan kepada publik karena kota dibangun untuk warga, bukan untuk segelintir elite, seperti politisi atau pebisnis.
Menurut Muslim Muin, ahli oseanografi yang juga mantan Kepala Program Studi Kelautan Institut Teknologi Bandung (ITB), tanggul laut raksasa bukan jawaban masalah Jakarta. Sebaliknya, tanggul ini berpotensi membawa banyak masalah baru.
Jika alasannya mengatasi banjir rob, kata Muslim, yang dibutuhkan adalah tanggul pesisir. ”Saya setuju daratan Jakarta mengalami penurunan signifikan. Karena itu, perlu ditanggul bagian pesisir yang menurun itu, selain juga perlu menanggul sungai-sungainya,” ungkapnya.
Pembuatan tanggul laut, kata Muslim, dilakukan lebih untuk melindungi 17 pulau reklamasi. Itulah mengapa pihak swasta yang mendapat konsesi lahan reklamasi bersemangat.
Alasan menyediakan air bersih lebih tak masuk akal. ”Debit air yang masuk Teluk Jakarta dari 13 sungai rata-rata 300 meter kubik per detik. Kebutuhan air Jakarta hanya 30 meter kubik per detik. Artinya, ada 270 meter kubik harus dipompa keluar, itu energi memompanya pakai apa?” katanya. ”Kalau mau ambil air untuk bahan baku air bersih, lebih masuk akal dari sungai di bagian hulu.”
Total biaya untuk memompa air dari tanggul dan meningkatkan kualitas air dalam tanggul, menurut hitungan Muslim, 600 juta dollar AS per tahun. ”Kalau alasannya kenaikan muka air laut, Singapura dan Malaysia juga terancam. Apakah mereka membuat tanggul laut? Tidak, karena kenaikan muka air laut tidak signifikan.”
Wacana lama
Wacana pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta dan reklamasi dalam bentuk pulau-pulau muncul pada era Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dengan usulan datang dari konsultan Belanda. Awalnya disebut Sea Dike Plan Tahap III dan akan dibangun pada 2020-2030.
Proyek itu lalu dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI untuk 2010-2030. Disebutkan, untuk mengatasi pasang naik air laut yang semakin tinggi karena pemanasan global, akan dibangun pulau-pulau dengan cara reklamasi. Pulau itu akan dilengkapi tanggul laut raksasa.
Belakangan, proyek yang kini disebut ”Pembangunan Pesisir Terpadu Ibu Kota Negara” juga dimaksudkan untuk menyediakan sumber air bersih. Asumsinya, tanggul akan terisi air tawar dari 13 sungai yang bermuara di dalamnya. Dengan penyediaan air baku, diharapkan penyedotan air tanah pemicu penurunan daratan hingga 10 cm per tahun dapat dihentikan.
Dengan alasan itu pula, pada Juni 2013, pemerintah pusat bersama Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten bersepakat mempercepat proyek itu. ”Untuk giant sea wall, dari jadwal awalnya tahun 2020, akan groundbreaking pada 2014,” kata mantan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, di Jakarta, seperti dikutip Kompas, Kamis (7/3/2013).
Gubernur DKI Joko Widodo, yang juga presiden terpilih, mengakui besarnya minat pihak swasta. ”Tanggul laut memang menarik secara bisnis dan komersial sehingga banyak yang mau terlibat. Tidak hanya satu dua pihak, tetapi banyak,” kata Jokowi (Kompas, 7/3/2013).
Kamis (9/10/2014), pemancangan tiang pertama itu akhirnya dilakukan, menandai pembangunan tanggul laut sepanjang 32 kilometer atau Tahap I dari tiga lapis tanggul. Dari panjang itu, pemerintah pusat dan Pemprov DKI hanya akan menanggung pembiayaan 8 kilometer dengan dana Rp 3,5 triliun. Sisanya, 24 km dibiayai swasta pemegang konsesi lahan reklamasi.
Sejak awal, proyek giant sea wall Jakarta seperti hendak meniru tanggul laut Belanda, negeri yang sebagian besar daratannya di bawah permukaan laut. Tanggul laut raksasa di Belanda dibangun setelah negeri itu dilanda badai laut berketinggian air 30 meter pada 1953.
Air yang hampir beku menerjang kota, menewaskan 1.835 orang, memaksa 110.000 warga mengungsi. Tiga belas tanggul raksasa dibangun bertahap selama 39 tahun sejak saat itu. ”Indonesia tidak memiliki badai laut,” kata Muslim Muin, ahli oseanografi yang juga mantan Kepala Program Studi Kelautan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Belakangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melirik tanggul laut raksasa Samangeum, Korea Selatan. Namun, tanggul laut terpanjang di dunia itu bukan tanpa masalah. Setelah terhenti dua tahun karena protes keras masyarakatnya, tanggul laut 33,9 km itu selesai dibangun pada 2006.
Riset Hye Kyung Lee dari Seoul National University (2013), kualitas air yang digelontorkan dari dua sungai ke dalam tanggul ternyata tercemar industri pertanian dan peternakan di hulu. Akibatnya, ide sebagai sumber air bersih tak terwujud.
Bagaimana dengan Teluk Jakarta, muara 13 sungai yang tercemar? Riset Badan Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP BPPT) menyebut, pembangunan tanggul laut akan menaikkan muka air di dalam tanggul hingga 0,5-1 meter setelah 14 hari simulasi. Arus air di dalam tanggul juga mengecil sehingga kualitas air dalam tanggul memburuk secara progresif.
Peneliti BPDP BPPT, Widjo Kongko, menyebut, penurunan kualitas air itu ditandai dengan perubahan signifikan parameter lingkungan, seperti kenaikan biological oxygen demand (BOD) lebih dari 100 persen, penurunan dissolved oxygen (DO) lebih dari 20 persen, dan penurunan salinitas air lebih dari 3 persen.
Widodo Pranowo, peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan, proyek itu akan berdampak ekologis, bukan hanya terhadap pesisir Jakarta dan Kepulauan Seribu, melainkan juga hingga Banten. ”Tanggul ini bisa menjadi comberan raksasa,” katanya.
Selain itu, tanggul akan menyebabkan perubahan arus laut dan akan menggerus beberapa pulau di Pulau Seribu, salah satunya Pulau Onrust. Adapun dampak di pesisir Serang, Banten, seperti dikemukakan Kepala Kelompok Peneliti Kerentanan Pesisir KKP Semeidi Husrin, berpotensi merusak pesisir Banten karena pasir reklamasi Teluk Jakarta dari Banten.
Jadi, seharusnya yang dipikirkan dulu adalah menata air di hulu, bukan bendung di hilir. Tanggul laut Jakarta untuk siapa?
Untuk siapa?
Setiap pembangunan kota perlu diukur manfaat dan dampaknya bagi warga, demikian pula rencana pembangunan tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta. Siapa akan menangguk untung dan siapa kelak yang menanggung dampak buruknya harus terjelaskan kepada publik karena kota dibangun untuk warga, bukan segelintir elite, seperti politisi atau pebisnis.
Wacana pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta dan reklamasi dalam bentuk pulau-pulau muncul pada era Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dengan usulan datang dari konsultan Belanda. Awalnya disebut Sea Dike Plan Tahap III dan akan dibangun pada 2020-2030.
Proyek itu lalu dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI untuk 2010-2030. Disebutkan, untuk mengatasi pasang naik air laut yang semakin tinggi karena pemanasan global, akan dibangun pulau-pulau dengan cara reklamasi. Pulau itu akan dilengkapi tanggul laut raksasa.
Belakangan, proyek yang kini disebut ”Pembangunan Pesisir Terpadu Ibu Kota Negara” juga dimaksudkan untuk menyediakan sumber air bersih. Asumsinya, tanggul akan terisi air tawar dari 13 sungai yang bermuara di dalamnya. Dengan penyediaan air baku, diharapkan penyedotan air tanah pemicu penurunan daratan hingga 10 cm per tahun dapat dihentikan.
Dengan alasan itu pula, pada Juni 2013, pemerintah pusat bersama Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten bersepakat mempercepat proyek itu. ”Untuk giant sea wall, dari jadwal awalnya tahun 2020, akan groundbreaking pada 2014,” kata mantan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, di Jakarta, seperti dikutip Kompas, Kamis (7/3/2013).
Gubernur DKI Joko Widodo, yang juga presiden terpilih, mengakui besarnya minat pihak swasta. ”Tanggul laut memang menarik secara bisnis dan komersial sehingga banyak yang mau terlibat. Tidak hanya satu dua pihak, tetapi banyak,” kata Jokowi (Kompas, 7/3/2013).
Kamis (9/10/2014), pemancangan tiang pertama itu akhirnya dilakukan, menandai pembangunan tanggul laut sepanjang 32 kilometer atau Tahap I dari tiga lapis tanggul. Dari panjang itu, pemerintah pusat dan Pemprov DKI hanya akan menanggung pembiayaan 8 kilometer dengan dana Rp 3,5 triliun. Sisanya, 24 km dibiayai swasta pemegang konsesi lahan reklamasi.
Nama : Haris Winando
Kelas : 2TB03
NPM : 24314805

Rabu, 11 November 2015

menyimpulkan buku dasar-dasar arsitektur ekologis

A.      PENGANTAR EKOLOGI DASAR DAN FISIKA BANGUNAN
1.       Dasar-dasar ekologi

Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara makhluk hidup dan lingkungannya.

2.       Aliran dalam ekosistem

Organisme-organisme dan kemampuannya tergantung pada aliran energy dan zat-zat yang dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk memproduksi materi organic. Energy surya terutama dibutuhkan untuk menjalankan peredaran materi tersebut karena elemen-elemen vital dan alat bantu yang dapat digunakan oleh organism-organisme pada ekologi system alam tidak tersebar merata. Aliran ini disebut daur, siklus, atau peredaran. Istilah ini berubah menurut buku-buku ekologi yang digunakan.

3.       Iklim dan ruang

Iklim merupakan susunan keadaan atmosferis dan cuaca dalam jangka waktu dan daerah tertentu. Iklim pada tempat tertentu dapat diterangkan berdasarkan urutan terjadinya keadaan-keadaan tersebut.  Sesuai dengan titik pandangan, maka bobot masing-masing keadaan berbeda dan iklim biasanya digolongkan atas ikim makro dan iklim mikro.

4.       Cahaya

Cahaya adalah bagian penting bagi kehidupan manusia, terutama untuk mengenali lingkungan dan menjalankan aktivitasnya. Tanpa cahaya dunia gelap, menakutkan, tidak ada yang bias dikenali, dan tidak ada keindahan visual. Dengan cahaya, manusia dapat beraktivitas dengan nyaman dan menikmati kesenian, lingkungan alam dan buatan.

5.       Bunyi

Indra pendengaran adalah telinga manusia. Daun telinga berfungsi sebagai corong untuk mengumpulkan getaran bunyi. Getaran bunyi tersebut kemudian masuk kedalam lubang telinga. Bila getaran bunyi mencapai gendang telinga, maka gendang telinga akan ikut bergetar. Getaran gendang telinga menggetarkan tulang-tulang pendengaran. Selanjutnya tingkap jorong dan rumah siput (koklea) ikut bergetar, demikian pula cairan limfa di dalam rumah siput. Getaran cairan limfa merangsang ujung-ujung saraf yang menyampaikan rangsangan bunyi tersebut ke otak.

B.      PEMBANGUNAN DAN KERUSAKAN ALAM
1.       Ekologi dan arsitektur ekologis

Pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbale-balik dengan lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau eko-arsitektur.

2.       Unsur  pokok eko-arsitektur dan pengaruh pencemaran pada kesehatan manusia

Bagi banyak manusia tradisional segala materi terdiri dari empat unsur yaitu udara (angin), air (banyu), tanah/bumi (lemah), dan api/enegi (geni). Walaupun menurut pengetahuan masa kini, hal tersebut jauh lebih rumit. Empat unsure tersebut dapat dianggap sebagai awal pembicaraan hubungan timbale-balik antara gedung dan lingkungan.

3.       Kualitas arsitektur dan tugas si arsitek

Arsitektur biologi sebenarnya lebih indah, lebih tepat guna daripada pembangunan biasa saja, yang menonjol adalah kualitas arsitektur yang tinggi. Kualitas biasanya sulit diukur dan ditentukan, terlebih lagi dari bidang arsitektur. Dimana garis batas antara arsitektur yang bermutu tinggi (berkualitas) dan arsitektur yang biasa saja.

C.      JEJAK EKOLOGIS
1.       Pengertian jejak ekologis dan sekitarnya

Setiap makhluk, manusia, binatang atau tumbuhan,merindukan kehidupan. Akan tetapi, tidak ada makhluk yang mampu memuaskan nafsu kehidupannya tanpa membatasi kualitas kehidupan makhluk yang lain. Hal ini berlaku terutama bagi manusia dengan nafsu atas kesejahteraan social, kenikmatan, dan keuntungan material yang tidak dapat terpenuhi.
Dalam hal ini diadakan dua percobaan untuk menyeimbangkan ketidakseimbangan tersebut, yaitu kode etik lingungan dan jejak ekologis (ecological footprint).

2.       Jejak ekologis dan pengaruh atas pembangunan

Tumbuhan sebagai makhluk tetap berada di tempat pengolahan sampah dalam rangka kerja sama dengan organism perombak sehingga lingkungan hidupnya tetap terjaga. Lain hakya dengan manusia dengan berpindah-pindah tempat, misalnya manusia. Ketidakperhatian pada rantai bahan sebagai peredaran alam mengakibatkan penyakit menular dan merusak lingkungan alam sekitar.

3.       Alam sebagai pola perencanaan

D.      MEMBANGUN UNTUK MENGHUNI
1.       Hubungan antara kegiatan manusia dan ketergantungan pada tempat

Garis besar ini memperhatikan pembangunan dengan sendirinya maupun arsitektur yang berarti fungsi, bentuk, proporsi, teknik, dan sebagainya bahkansbagainya mengutamakan penentuan tempat yang bertuah, penanaman bangunan di dalam tanah, hubungan-hubungan yang sungguh-sungguh di antara bangunan buatan dan dunia alam yang menyumbangkan segala kehidupan dalam agama hindu.

2.       Membangun sebagai organisasi fungsi

Kehidupan pada umumya terjadi di dalam ruang yang dibangun oleh manusia. Istilah ruang (space) tidak hanya meliputi ruang dalam, tetapi juga ruang luar, misalnya jalan yang dibentuk oleh dinding, rumah, atau tanaman sekeliling. Kualitas kenyamanan, sifat, dan bentuk ruang juga mempengaruhi jiwa penghuni. Sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohani kita, mutu ruang tergantung dari suhu, cahaya, warna, bahan bangunan atau keadaan (tenang atau bising). Ukuran dan suasana ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan ruang masing-masing kegiatan.

3.       Cipta rasa dan karsa

Setelah mata manusia sejak berabad-abad merupakan organ pancaindra yang utama , pembatasan yang diakibatkan kenyataan tersebut makin jelas. Pada masa kini timbul keinginan untuk memanfaatkan daya tanggap dengan semua pancaindra.
Perhatian para desain yang mengutamakan fungsi (kegunaan rumah) sering mengbaikan batas-batas kenyamanan serta daya tahan konstruksi dan bahan bangunan. Seperti telah diuraikan di atas juga, semua pancaindra (bukan hanya mata saja) seharusnya terlibat pada waktu manusia menangkap suatu gedung, suatu pandangan yang indah atau lingkungan biasa.

4.       Menghuni dan partisipasi penghuni

Proses menghuni adalah proses belajar, memahami lingkungan, ruang pranata social di bentuk pertama kali dalam lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Sebagai proses maka menghuni berjalan seiring waktu, menyenangkan dari waktu, atau menjadi suatu tekanan yang harus dihindari karena berbagai tuntutan yang dibutuhkan untuk memahami, mengikat agar semua bagian dalam pelajaran menghuni terwujud dalam hidup di lingkungan keluarga.

E.       MEMBANGUN SECARA EKOLOGIS (basic eco-design standard)
1.       Kawasan penghijauan diantara kawasan pembangunan

Perkembangan kawasan bangunan yang liar dan tidak teratur akan menghancurkan kehidupan alam dan menciptakan kota yang layak dihuni. Kota dan pedalaman harus berinteraksi seperti jari yang disambungkan satu sama lain. Jika lahan berbukit-bukit, maka dataran dan lembah dimanfaatkan untuk pedesaan dan pertanian, sedangkan lerengan merupakan perkotaan.

2.       Tapak bangunan bebas gangguan geobiologis dan radiasi elektromagnetik buatan yang minimal

Selain komunikasi antara manusia dan ibu bumi, radiasi lingkungan, irama aktivitas matahari atau cuaca, memengaruhi kehidupan secara positif karena terjadi secara terus-menerus. Jika pengintensifan radiasi berubah menjadi stabil, maka pengaruhnya atas kehidupan bias negative, berarti akan menimbulkan segala penyakit.

3.       Rantai bahan dan bahan bangunan ekologis

3.1   Pembangunan dan kesehatan
3.2   Bahan bangunan ekologis
3.3   Peredaran bahan dan rantai bahan

4.       Ventilasi alam dalam gedung

4.1   Penyegaran udara secara pasif
4.2   Penyegaran udara secara aktif

5.       Kelembapan sebagai ancaman konstruksi dan kesehatan

5.1   Lapisan permukaan dinding/langit yang mampu mengalirkan uap air
5.2   Kelembapan tanah dan konstruksi bangunan yang kering
5.3   Kesinambungan pada struktur dan konstruksi

6.       Kesinambungan pada struktur dan konstruksi

Hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan mempengaruhi pilihan struktur dan penggunaan bahan bangunan. Jika bamboo dipilih sebagai bagian strktur, baian sekunder, bagian finishing, ataupun bagian utilitas, maka harus selalu dipertimbangkan bahwa masa pakai (life span) bamboo terbatas jika dibandingkan dengan kayu, baja, atau beton bertulang.
Berdasarkan kenyataan tersebut, pikiran selanjutnya mengikuti prinsip structural, dimana setiap unsure bangunan yang lebih kuat. Makin banyak bagian bangunan yang tahan lama, makin kecil biaya pemeliharaannya.

7.       Bentuk/proporsi ruang

7.1   Penentuan bentuk
Di bidang arsitektur, ukuran biasanya berhubungan dengan hunian manusia, tetapi karena ukuran gedung secara metafistis dapat disamakan dengan mikrokosmos yang melambang makrokosmos mengandung cirri fisis maupun metafisis.
7.2   Arsitektur harmonikal
Gagasam tentang kosmos yang harmonikal dan kesamaan di antara ilmu fisika dan tanggapan di bidang music tampil ke depan pada teori kuantum. Pentingnya angka bulat terhadap angka bulat terhadap angka diferensial dan integral dalam dalil ilmu gerak dan analisa spectral menunjukkan kebenaran pengetahuan kuno tersebut.

8.       Pembangunan berkelanjutan (ekologis)

Setiap konstruksi bangunan yang didirikan oleh manusia dari bahan bangunan apapun, sesudah selesai akan menjadi tua, lemah, dan dikemudian hari mulai runtuh. Lain halnya dengan konstruksi alamiah (pembangunan konstruksi oleh alam sendiri)yang pada saat mulai memanfaatkannya akan tumbuh, kemudian bertambah kuat, dan makin tua, makin tahan lama.

9.       Bangunan bebas hambatan dan mobilitas

F.       MEMBANGUN KEMBALI DAN RESIKLING

1.       Membangun kembali dan mengganti kerugian
2.       Sampah asal dari kegiatan pembangunan dan susunannya
3.       Pengolahan sampah

Nama : Haris Winando
Kelas ; 2TB03
NPM : 24314805

Rabu, 04 November 2015

menyimpulkan buku arsitektur dan lingkungan



1.       Pendahuluan

Dasar kehidupan kita diantara lain mencakup pembangunan dan pemukiman. Dasar ini sebenarnya menjadi titik pangkal cara kita membangun. Akan tetapi dewasa ini banyak hal tentang dasar-dasar kehiduoan itu telah disingkirkan

Salah satu tujuan penting dari cara pembangunan, ialah perlindungan rerhadap penghuni. Perencnaan proyek besar- juga diindonesia- pada tahun-tahun yang lalu sering lebih banyak memperhatikan masalah teknis dan bahan bangunan daripada kenyamanan dan perlindungan penghuninya.
1.1. Arsitektur biologis

Arsitektur biologis berarti ilmu penghubung antara manusia dan lingkungannya secara keseluruhan.

1.2. Lingkungan manusia

Setiap pembangunan merupakan suatu pembaharuan atau perubahan lingkungan. Perhatian atau perubahan lingkungan berarti perhatian atas arsiteknya dn atas kualitas kehidupan manusia.

Jikalau kita membandingkan kualitas lingkungan pada masa lalu dengan keadaan sekarang. Maka harus kita akui bahwa kualitasnya makin lama makin menurun.

1.3. Pengaruh energi

Salah satu usaha untuk mencapai keseimbangan dengan alam memberi perhatian pada energy yang dinutuhkan, sebab penggunaan energy yang paling dikit, juga merusak lingkungan manusia paling dikit. Itu berarti kita bahwa dalam setiap tindakan membangun, kita membutuhkan perhitungan energi.

1.4. Teknologi protektif

Keseimbangan antara lingkungan dan teknolgi menurut prof. h. r hugi pada makalahnya angepasste technologie fur entwicklungslander dapat digambarkan sperti terlihat sebagai berikut.

Seimbang dengan alam
-          Perhatian kepada alam dan sumbernya

Seimbang dengan manusia
-          Perhatiam kepada keamanan, kehidupan( air , jalan nafkah penghidupan)
                                Seimbang dengan lingkungan
-          Perhatia kepada iklim, tanah. Pengaruh lainnya dan sebagaiya

2.       Pengertian waktu
2.1. Sejarah

Pembangunan dan kebudayaan merupakan perwujudan sejarah manusa terutama pada masa yang lalu pembangunan rumah kediaman bersrti tanda kehidupan, berarti aktifitas oleh masyarakat setempat. Kehidupan dtentukan oleh agama, kebudayaan dan masyarakat setempat

2.2. Waktu sekarang

Waktu sekarang merupakan waktu peralihan antara sejarah dan masa lampau dan masa depan. Cara membangun sudah berubah. Pada masa lalu atap merupakan perlindungan dan tujuan utama rumah kediaman. Sedangkan pada masa sekarang sudah jauh berbeda Karen a penghuni bermukim lebih padat.

2.3. Masa depan

Desa kala patra kata orang bali. Kata itu berarti oengetahua dan pengertian tentang nilai waktu dan kelakuan kita setiap saat. Jika kita memusatkan perhatian pada keadaan sekarang, kita tak brniat untuk menghentikan waktu, melainkan memutarkan kmbali oda sejarah sedemikian rupa sehingga kita dapat menghindarkan cara sungai mengalir. Kita harus berusaha sebaik-baiknya untuk menuntunkan arusnya sebelum arus itu membesarmenyatukan tenaga  dan menghanyutkan semuanya. Pengertian akan waktu dapat juga dimengerti sebagai sesuatu yang agak mengancsm karena hubungannya erat adenga peralihan manusia dan kematiannya.

3.       Pengertian ruang
3.1. Alam

Manusia dan kebudayaannya serta peradaban yang dihasilkan terletak pada alam skitarnya dengan hokum alamnya. Dari keseimbangan dengan lingkungan social dan kebudayaan tertentu, kemudian dibuat factor lingkungan, seperti pembangunan  rumah , pondok dan sebagainya

3.2. Manusia

Manusia memiliki sifat sangat berbeda sesuai dengan keadaan masing-manusia. Yang dimaksud dengan sifat manusia ialah rohkepandaiannya, segi-segi fisiologik, psikologi dn sebagainya.

3.3. Masyarakat

Slamanya manusia bekerja dan melakukan sesuatu yang berimbang dengan kemanusiaan dan alam. Kesulitan sering tedapat pada manusia dan citra dirinya, yakni hubungannya sebagai individu dengan manusia , kebudayaan , dan agama. Sebagai keterangan , misalnya kita dapat mengerti bahwa kelaparan yang terdapat diseluruh dunia dapat dubah dengan makanan. Asal ada mkanan, maka kelaparan diseluruh dunia dpat diubah dengan mkanan.

3.4. Bangunan

Pembangunan gedung secara biologic maupun secara nonbiologik membentuk ruang dengan dinding-dinding yang biasanya berfungsi sebagai penyangga beban.pada prncanaan, kita merancang bentuk ruang atau dinding ruang sebagai batas antara lingkungan alam dan lingkungan buatan.

4.       Pengertian ukuran
4.1. Perbandingan arsitektur alam dan teknik

Arsitektur alam, seperti  terdpat misalnya pada ilmu bumi, selalu membentuk suatu peredaran alam yang tertutup. Arsitektur masa depan harus lebih efisien dengan menggunakan  energy yang lbih jauh sedikit. Arsitektur seharusmya lebih biologic.

4.2. Peradaban (sivilisasi) dan kebudayaan

Seperti yang telah diterangkan pada bab-bab yang lalu, maka peradaban dan kebudayaan merupakan sifat yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan masyarakat terutama di bidang arsitekturnya.

5.       Pengertian fungsi

Fungsi menentukan arti. Perlindugan terhadap kehidupan manusia ialah tujuan pembangunan. Fungsi tidak boleh dicmpurkan engan fungsionalisme sebagai gaya arsitekturnya. Pengertian fungsi tentunya jauh lebih luas. Pada alam, semuanya bersifat fungsional, semua mampunyai fungsi , dan jiaklau arsitektur biologis dapat diterapkan seagai semacsm tiruan arsitektur alam maka semuanya juga berfungsi.

5.1. Situasi dan analisa site

Dalam pengertian asitektur biologis, site dan letak gedung-gedung dipilih sedimikian rupa , sehimgga juga diperhatikan gangguan geopatis yang mengandung bahaya atas keshatan penghuni. Sinar yang berhubungan dengan bumi bisa memustahilkan berdirinya sebuah rumah justru karena letaknya yang merugikan.

5.2. Ruang dan iklim

Bangunan dan kontruksinyadibtuhkan manusia antara kain untuk menghadapi pengaruh iklim. Factor penting untuk membangun perlindungan terhadapa cuaca dan iklim tersebut ialah penyinaran, suhu, kelembaban udara, ventilasi dan seagainya.

5.3. Energi dan bahan bangunan

Daei ahli fisika dan ahli kimia kita ketahui bahwa energy dan materi masing-masing dapat dikonfirmasikan tanpa kita kehilangan sesuatu. Pembangunan merupakanpenggunaan energy dan materi  (bahan bngunan ) secara terarah.

5.4. Cara membangun dan kontruksi bangunan

Pengertian cara membangun dn kontruksi bangunan mempunyai kaitan dengan pembangunan biologis sehingga antara keduanya sebenarnya tidaklah berbeda.

a)      Bagian bangunan utama
Bagian bangunan utama menentukan bentuk bangunan, yang ditempatkan seagai dasar pada perencanaan oleh arsitek atau insinyur uang menentukan struktur bangunan.
b)      Bagian bangunan yang bersifat pelengkap
Bagian bangunan pelengkap mengisi lubang-lubang dan celah-celah pada bagian bangunan utama. Bagian bangunan pelengkap, yang tidak menerima beban, dapat diubah dan dihanti dan ditentukan oleh penghuni.

5.5. Hubungan dan sambungan

Membangun tempat tinggal selalu merupakan usaha merangkai. Menyambung, menghubungkan bahan, ruang dn sebagainya. Dengan kata lain sambungan biasanya ita artikan sebagainsuatu sambungan mekanik seperti misalnya dua balok kayu yang ditarik sehingga hubungannya erat dan kuat.

5.6. Ukuran dan proporsi

Dalam hal ini mungkin dapat diketahui, bebarapa arsitek merencanakan rumah-rumahmereka atas dasar proporsi harmonis, dimana daerah rumah tersebut tidak hanya digambar saja, melainkan juga ditulis sebagai lembaran music. Salah satu diantaranya arsitek andre M. studer dari swiss yang juga menulis kriterian einer intgralen architektur

5.7. Ruang dan bentuk

Bentuk kita diartikan sebagai ruang oleh Karena hubungan antara berbentuk dan ruang jalin menjalinruang dan massa bangunan, baru dapat digunakan jiakalau mengandung beberapa sifat. Arsitektur membatasi ruang dari lingkugan alam yang belum digunakan dengan massa yang belum bentuk, sepeti yang telah dibicarakan pada bab 4.2 mengenai peradaban dan kebudayaan, pengaruh aga,a atas arsitektur.

6.       Pengertian lingkungan

Istiliah lingkungan berhubungan erat dengan keindsafan manusia terhadap lingkungan yang pada waktu sekarang sudah berubah sama sekali. Keinsfatan terhadap lingkungan berarti pengetahuan / pengertian tentang ancman atas lingkungan alam seabagai dasar kehidupan manusia, dihubungkan dengan kesediaan untuk mengushakan tindakan perbaikan.

6.1. Lingkungan alam

Sifat, cara pemulihan dan pengeloaan atas tanah serta bagunan baik pemerintah maupun masyarakat, ikut menjadi factor penentu dalam pembangunan pemukiman maupun kelangsungan kehidupan  manusia sehari-hari

Ada etentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan ini mempunyai kaitan erat dengan pelestarian dan pembentukan lingkungan alam.

6.2. Lingkungan sekitar (lingkungan buatan)

Dengan pertambhan penduduk yang tertinggi terutama dinegara –negara berkmbang, kerusakan ligkungan alam makin lama makin berat. Masa sekarang menjadi peralihan. Arsitektur dan pembangunan pemukiman harus memperkembangkan alternative batu yang sesuai dengan alam sekitarnya sebagai arsitektur biologic.

6.3. Lingkungan social dan ekonomi

Walaupun mungkin lingkungan social bertentangan dengan factor ekonomi maka misalnya dalam hal perumahan sederhana dicari penyelesaian mengenai lingkungan social dan ekonomi seoptimal mungkin menurut daftar / gambar.

7.       Bahan bangunan biologis

Menurut taksiran oenggunaan bahan mentah oleh indrustri bangunan berjumlah sekitar 600.000.000 ton setahun. Hal ini sangat membutuhkan perhatian bagi peredaran bahan bangunan juga sangat menuntut perhatian kita.

7.1. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan lagi
a)      Kayu
Pilihan tas suatu bahan bangunan tegantung pada sifat-sifat biologis,teknis ekonomis dan keindahan. Jikalau dpilih kayu sebagai bahan bangunan biologis, makan perlulah  dketahui sifat-sifatnya sepebuhnya. Tetapi disin sifat-sofat kayu hanya akan kitabicaraka sedikit saja, dengan melihat buku-buku yang ada dipasar.
b)      Bambu
Pada umumnya bagian bangunan yang dapat dibuat dri bamboo jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan angunan lain untuk  kegunaan yang sama. Bamboo sebagai bahan bangunan biologis didapatkan hamper diseluruh Indonesia. Bamboo adalah bahan ramuan yang penting, sebagai pengganti kayu.
c)       Rumbia, alang alang dan ijuk
Tumbuhan rumia tumbuh didaerahyang bnyak mengandung air, seperti misalnya dipantai laut daerah rawa-rawa dan sebagainya. Atap  rumbia dibuat dari helai-helai daun rumbia yang dirangkai sedimikia rupa hingga dapat digunakan sebagai penutup atap.
Alang-alang alah jenis rumput yang banyak dtemukan didaerah tropis. Akar rimpangnya yang sulit dihancurkan , erusak tanaman pertanian. Bijinya sangat mudah disebarkan angin sehingga dalam waktu singkat dapat menuasai daerah yang luas.
Ijuk serat berwarna hitam daripohon aren bersifat tahan. Dibandngkan dengan rumbia dan alang-alan, ijik bisa digunakan pelapis  atap.
7.2. Bahan bangunan alam yang dapat digunakan lagi
a)      Tanah, tanah liat dan lempang
Tanah yang tediri dari batu-batu yang hancur berupa pasir atau geluh dan bahan organic yang membusuk. Dalam keadaan netral tanah terbabas dari akar0akar dn sebagainya. Sedangkan tanah liat terdiri atas gauh. Pasir dari tanah payau.yang tidak banyaknya tetapi rata tercampur.
b)      Batu alam
Batu alam seperti batu alam yang lain, teripta  dn terkandung dlam suatu peredaran alam yang tertutup.
7.3. Bahan bangunan alam yang disediakan oleh industrial
a)      Batu buatan yang dibakar ( batu merah)
Pembuata batu bata atau batu merah sebagai home indrustr atau perusahaan batu emrah haus memnuhi peraturan umum untuk bahan bangunan diindoneisa NI-3 dan peraturan batu merah  seabagai bahan bangun NI-10
b)      Genting flam dan genting pres
Gantig flam adalah unsure banguna yang dipakai sebagai pelapis atp. Dapat ibuat dengan menggunakan lempung sebagai bahan mentah yang kemudian dibakar.
c)       Batu buatan yang tidak dibakar
Batu batuan atau batu cetak yang tidak dibakar dari tras dan kapur kadang kadang juga dengans edikit semen Portland, sudah mulai dikenal oleh masyarakat sebagai bahan bangunan dan sudah pula dipakai untuk pembuataan rumah dan gedung
8.       Perencanaan arsitektur biologis
8.1. Tujuan pembangunan biologis
Penyelidikan arsitektur dan pembangunan mempunyai tujua yang berbeda satu sama lain. Dalam penyeledikan biasanya bagian teknik dan ekonomi lebih diutamakan, sekalipun teknik tersebut belum pasti menjadi teknik  yang terbaik
8.2. Bentuk bangunan dan bahan bangunan
Bahan bangunan dan kontruksi bangunan adalah dua unsure pembentuk bangunan. Akan tetapi bentuk nagunan pun ditentukan oleh fungimya, menurut kebutuhan dan penghuninyan dan cara pembangunanya. Dinding dan susunan atap.
8.3. Sistem perencanaan
Perencsnaan arsitektur biologic dengan bahan bangunan biologic meupakan suatu lintas ilmu yang melibatkan antara lain insinyur, ahli banguna dan pemberi tugas.
8.4. Arsitektur tradisional
Istilah arsitektur tradisionl dapat diartikan sebagai suatu arsitejtur yang dicipkan atau dilakukan degan cara yang senantiasa sama sejak beberapa generasi. Denga demikian arsitektur tradisional memperlihatkan hubungan manusia dengan sejarahnya dalam budang banguan dan pemukiman.
8.5. Menuju arsitektur biologis
a)      Pendahuluanpada waktu mempersiapkan buku ini kadang terpikirkan materi arsitektur biologic dianggap sebagai mpian utopik dan pembaca
b)      Rudolf doernach
Rudolf doernach lahir pada tahun  1929  di Stuttgart, jerman barat pelajaran arsitektur dan biologi bnagunan ditempuh dijerman barat dan amerika
c)       Peter schmid
Lahir pada bulan September 1935 diroma, italia. Ia belajar arsitektur di wina, Austria dan studia prinsip universal pada swami yogeshwaranand saraswati maharaj diindia

Nama : Haris Winando
Kelas : 2TB03
NPM; 24314805