Minggu, 29 Januari 2017

KETIDAKJELASAN REKLAMASI TELUK JAKARTA


RAYUAN PULAU PALSU

Film dokumenter ini merupakan film yang  mendokumentasikan segala macam kisruh dan peliknya reklamasi Pulau G pantai utara Jakarta. Para nelayan dan warga Muara Angke melawan raksasa properti yang menginginkan reklamasi demi profit pribadi. Seperti yang tertulis dalam sinopsis film ini,  nelayan Jakarta berhadapan dengan kekuatan pemodal yang melakukan ekspansi properti lewat reklamasi. Janji-janji disebarkan, mulai dari lingkungan yang lestari hingga kesejahteraan nelayan. Benarkah ? Ataukah itu hanya rayuan pulau palsu ?

Diawali dengan cuplikan video pernyataan Presiden Jokowi serta wakilnya Jusuf Kalla pada tanggal 22 juli 2014 di teluk Jakarta. Diatas sebuah kapal laut dia mengatakan, “ kita  telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, dan memunggungi selat dan teluk. Ini saatnya kita mengembalikan semuanya, sehingga Jalasveva Jayamahe.  Di laut justru kita jaya”.

Selanjutntya film ini menampilkan kisah hidup dari seorang nelayan bernama  Ilyas dan saepudin. Mereka menerangkan keadaan nelayan Muara Angke sebelum dan sesudah adanya reklamasi. “Minim itu saya dapat 20 kilo, waktu sebelumnya ada reklamasi,” kata Ilyas. Menurutnya setelah proyek reklamasi berjalan penghasilan para nelayan mulai menurun drastis.
Sedangkan Saepudin menjelaskan bahwa warga Muara Angke tidak ada yang tahu tentang adanya rencana reklamasi dari Pulau G. “Ini semua (warga, red) Muara Angke belom ada yang tau, taunya pun dari RW waktu ada forum silaturahmi untuk makan-makan,” tambahnya. Saat ia akan memasang spanduk penolakan reklamasi, dia dilarang oleh oknum tertentu. “saya pasang spanduk aja gak boleh oleh oknum aparat.” Ungkap Saepudin. Terdapat pula cuplikan video yang menggambarkan keindahan Pluit City  yang nantinya akan dibangun di Pulau G, tanpa sedikit pun menampilkan peliknya permasalahan nelayan di sekitarnya.

Film ini menggambarkan dengan baik kontradiksi yang terjadi antara nelayan yang mendukung dengan nelayan yang  menolak reklamasi. “Karena negara Indonesia adalah negara demokrasi bukan intimidasi, kami keluarga besar nelayan Muara Angke menyatakan sikap untuk mendukung program reklamasi dari pemerintah.” Ungkap salah satu nelayan yang setuju proyek reklamasi tetap berjalan.
Mereka menilai Pemprov DKI Jakarta telah memberikan perhatian lebih kepada nelayan Muara Angke. Bentuk perhatian pemerintah berupa rumah rusun bagi nelayan, pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang cukup memadai, serta berbagai fasilitas lainnya.
Di lain pihak, demo juga dilakukan nelayan Muara Angke yang menolak proyek reklamasi teluk Jakarta. “Kami dengan keras menolak reklamasi.” Teriak salah satu koordinator demonstran. Para nelayan ini berpendapat proyek ini hanya akan menguntungkan pihak investor. Apabila proyek ini tetap berjalan, mereka beranggapan laut akan rusak dan mereka tidak dapat menangkap ikan kembali.
Pada bagian akhir film,  terdapat pula kilasan berita tentang kasus suap yang  menimpa Sanusi (Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta 2014-2019) oleh Presiden Direktur Agung Podomoro Land dalam kasus Raperda Reklamasi teluk Jakarta. Proyek reklamasi Pulau G pada akhirnya di berhentikan sementara oleh pemerintah dan kemenangan nelayan ini dirayakan dengan melakukan aksi penyegelan di Pulau G oleh masyarakat Muara Angke.

Reklamasi pantai utara Jakarta terancam setop. Ancaman terhadap kelanjutan rencana yang sudah digagas 21 tahun lalu itu menguat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap basah Ketua Komisi Pembangunan DPRD DKI Jakarta, M Sanusi menerima rasuah pada akhir Maret lalu. Dua orang dari pengembang Agung Podomoro juga ditetapkan jadi tersangka. Komisi juga mencegah dua orang dari swasta bepergian.
Proyek reklamasi pun teraduk dengan berbagai kasus hukum. Bagaimana sebenarnya seluk-beluk reklamasi itu? Berikut ringkasan ihwal reklamasi di pantai utara Jakarta ini.

Apa itu reklamasi?
Reklamasi adalah pengurukan kawasan air dengan tanah hingga menjadi daratan yang bisa digunakan sebagai lahan untuk berbagai keperluan, seperti kompleks perumahan, perkantoran, atau tempat wisata.

Negara mana yang pernah melakukan reklamasi pantai?
Dubai adalah salah satu negara yang sukses dengan reklamasi. Mereka membangun Palm Island dan World Island dengan menguruk lahan di pantai. Jepang juga berhasil membangun bandara Haneda di atas lahan reklamasi. Dua landasan pesawat di bandara Tokyo ini adalah hasil reklamasi pada 2000.
Singapura juga berhasil menambah luas lahannya dengan reklamasi. Bahkan mereka akan kembali mereklamasi pantai timur negara pulau itu. Reklamasi seluas 1.500 hektare ini disebut sebagai reklamasi terbesar dalam sejarah Singapura. Rencananya, lahan itu akan digunakan sebagai tempat tinggal buat 200 ribu penduduk.

Apa bahaya reklamasi?
Ada harga yang harus dibayar dengan reklamasi. Di Indonesia, setidaknya ada empat wilayah yang mau direklamasi. Pantai Losari di Makassar, Teluk Benoa di Bali, Teluk Talisse di Palu dan Pantai Utara di Jakarta.
Reklamasi berpotensi merusak ekosistem laut dan memicu abrasi. Manajer Penanganan Bencana Wahana Lingkungan Indonesia Mukri Priyatna mengatakan wilayah ekosistem di Teluk Jakarta akan hancur bila proyek reklamasi tetap dilanjutkan.
Reklamasi juga bisa memperburuk pencemaran lingkungan. Reklamasi juga membuat pulau lain tenggelam karena lebih rendah. Infrastruktur yang sudah tertanam di kawasan yang akan direklamasi pun bisa terganggu.
PLN mengingatkan bahaya reklamasi di pantai utara Jakarta bisa mengganggu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang, PLTU Priok dan PLTGU Muara Tawar yang ketiganya menjadi pemasok utama listrik di Jakarta dan sekitarnya.

Apa bahaya reklamasi?
Ada harga yang harus dibayar dengan reklamasi. Di Indonesia, setidaknya ada empat wilayah yang mau direklamasi. Pantai Losari di Makassar, Teluk Benoa di Bali, Teluk Talisse di Palu dan Pantai Utara di Jakarta.
Reklamasi berpotensi merusak ekosistem laut dan memicu abrasi. Manajer Penanganan Bencana Wahana Lingkungan Indonesia Mukri Priyatna mengatakan wilayah ekosistem di Teluk Jakarta akan hancur bila proyek reklamasi tetap dilanjutkan.
Reklamasi juga bisa memperburuk pencemaran lingkungan. Reklamasi juga membuat pulau lain tenggelam karena lebih rendah. Infrastruktur yang sudah tertanam di kawasan yang akan direklamasi pun bisa terganggu.
PLN mengingatkan bahaya reklamasi di pantai utara Jakarta bisa mengganggu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang, PLTU Priok dan PLTGU Muara Tawar yang ketiganya menjadi pemasok utama listrik di Jakarta dan sekitarnya.

Untuk apa reklamasi Jakarta ini?
Ada 17 pulau yang akan dibangun, mulai dari pulau A hingga Q. Tiga kawasan akan membagi pulau ini Kawasan barat untuk pemukiman dan wisata. Kawasan tengah untuk perdagangan jasa dan komersial. Sedang kawasan timur untuk distribusi barang, pelabuhan, dan pergudangan.
Menurut data Badan Perencana Pembangunan Daerah DKI Jakarta yang dilansir Kompas.com, ada 9 perusahan pengembang properti mendapat bagian pembangunan di lahan reklamasi.
1. PT Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda
2. PT Pelindo II
3. PT Manggala Krida Yudha
4. PT Pembangunan Jaya Ancol
5. PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu)
6. PT Jaladri Eka Pasti
7. PT Taman Harapan Indah
8. PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro)
9. PT Jakarta Propertindo.
Proyek reklamasi ini dinilai membahayakan dan merugikan oleh pegiat lingkungan.
Kalau membahayakan, kenapa tak digugat secara hukum?
Proyek reklamasi sudah keluar masuk meja hijau. Pada 2003, Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim menerbitkan keputusan Keputusan Menteri No. 14/2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara oleh Badan Pelaksana Pantai Utara Jakarta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Isinya menentang keputusan reklamasi.
Keputusan Nabiel ditentang sejumlah pengusaha yang mendapat hak bagian dalam reklamasi. Mereka mengugat ke PTUN dan PT TUN Jakarta. Hasilnya, mereka menang. Tapi Menteri Lingkungan Hidup tetap melawan.
Pada Pada 28 Juli 2008, lewat sidang kasasi, MA memenangkan Kementerian. Tapi para pengusaha itu mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Hasilnya, pada 24 Maret 2011, majelis hakim PK yang diketuai Ahmad Sukardja, memenangkan para pengusaha.
Proyek ini kembali berjalan saat Jakarta dipimpin Gubernur Fauzi Bowo. Pada 2012, Gubernur Fauzi Bowo mengeluarkan Pergub No. 121/2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta

Siapa yang berwenang memutuskan reklamasi?
Dalam sidang Peninjauan Kembali, pertimbangan majelis hakim memenangkan para pengusaha adalah perubahan dan penghentian reklamasi harus dengan Keputusan Presiden. Bukan dengan Keputusan Menteri.
Pihak yang berwenang menghentikan dan meneruskan reklamasi adalah presiden. Karena, sejak awal proyek ini berbasis pada Keputusan Presiden. Gubernur, tak bisa membatalkan keputusan presiden.
Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, urusan reklamasi itu kewenangan pusat. Pramono mengatakan kewenangan tersebut antara lain sesuai dengan Keppres No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Selain itu, ada Perpres No. 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur serta Peraturan Presiden No. 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Lalu korupsinya. Bagaimana celahnya?
Karena tak bisa menghentikan reklamasi, Ahok ingin menaikkan pungutan dari para pengembang. Pungutan ini akan masuk ke kas daerah. Peraturan Daerah No. 8/1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta, dinilai tidak menguntungkan pemerintah. Kewajiban pengembang reklamasi untuk lahan fasos (fasilitas sosial) fasum (fasilitas umum) di pulau yang mereka bangun, hanya 5 persen.
Perda yang merupakan turunan dari Keputusan Presiden No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta itu, ingin diubah. Nah, saat ini ada rancangan perda yang sedang dibahas di DPRD DKI Jakarta dalam Raperda tentang reklamasi. Pemerintah DKI Jakarta ingin kontribusinya sebesar 15 persen. Namun DPRD DKI ingin angkanya 5 persen.
Di tengah pembahasan ini, KPK mencokok M Sanusi, anggota DPRD DKI Jakarta. Dia tertangkap tangan menerima duit sebesar Rp1,14 miliar dari perusahaan Agung Podomoro, induk dari PT Muara Wisesa Samudera.
Duit ini diduga b erhubungan dengan pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda No. 8/1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.
 Jadi inilah beberapa pemaparan saya tentang reklamasi teluk jakarta, perlu diingat proyek reklamasi ini harus difikirkan lebih mendalam, yang pastinya yang menguntungkan rakyat muara angke dan secara seluruh kepada masyarakat jakarta, jangan hanya memikirkan pihak yang ingin mencoba mengambil keuntungan dari bumi pertiwi kita ini. Demi kedamaian dan kesejahteraan rakyat jakarta dan tentunya untuk kesejahteraan Indonesia.

NAMA : HARIS WINANDO
KELAS : 3TB03
NPM : 24314805