Pengertian Arsitektur hijau
Arsitektur
hijau atau yang dikenal secara global dengan sebutan green architecture
merupakan salah satu aliran arsitektur yang berfokus pada arsitektur yang ramah
lingkungan. Beberapa poin pentingnya seperti
meminimalisasi konsumsi sumber daya alam, efisiensi energi, penggunaan air yang
bijak dan berkelanjutan, dan material non polusi serta daur ulang.
Arsitektur hijau juga merupakan suatu pendekatan perencanaan pembangunan yang bertujuan untuk meminimalisasi kerusakan alam dan lingkungan di tempat bangunan itu berdiri.
Dalam
istilah arsitektur hijau kemudian berkembang berbagai istilah penting seperti
pembangunan yang berkelanjutan atau yang dikenal dengan sustainable
development. Istilah ini dipopulerkan pada tahun 1987
sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan orang-orang masa kini tanpa
harus mengorbankan sumber daya alam yang harus diwariskan kepada generasi
mendatang. Hal ini diucapkan oleh Perdana Menteri Norwegia Bruntland.
Prinsip
Arsitektur Hijau
Pada
tahun 1994 the one arsitektur hijau Amerika atau U.S. Green building Council mengeluarkan sebuah standar yang bernama Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) standards. Adapun Dasar kualifikasinya adalah sebagai
berikut :
1.
Pembangunan yang berkelanjutan
Diusahakan
menggunakan kembali bangunan yang ada dan dengan pelestarian lingkungan
sekitar. Tersedianya tempat penampungan tanah, Taman
diatas atap, penanaman pohon sekitar bangunan juga dianjurkan
2.
Pelestarian air
Dilakukan
dengan berbagai cara termasuk diantaranya pembersihan dan daur ulang air bekas
serta pemasangan bangunan penampung air hujan. Selain itu
penggunaan dan persediaan air harus juga di pantai secara berkelanjutan
3.
Peningkatan efisiensi energi
Dapat
dilakukan dengan berbagai cara misalnya membuat
layout dengan orientasi bangunan yang mampu beradaptasi dengan perubahan musim
terutama posisi matahari.
4.
Bahan bangunan terbarukan
Material
terbaik untuk arsitektur hijau adalah usahakan menggunakan bahan daur ulang
atau bisa juga dengan menggunakan bahan terbarukan sehingga membutuhkan sedikit
energi untuk diproduksi. Bahan bangunan ini idealnya adalah bahan bangunan
lokal dan bebas dari bahan kimia berbahaya. Sifat bahan
bangunan yang baik dalam arsitektur hijau adalah bahan mentah tanpa polusi yang
dapat bertahan lama dan juga bisa didaur ulang kembali.
5.
Kualitas lingkungan dan ruangan
Dalam
ruangan diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi bagaimana pengguna merasa dalam
sebuah ruangan itu. Hal ini seperti penilaian terhadap kenyamanan dalam sebuah
ruang yang meliputi ventilasi, pengendalian suhu, dan penggunaan bahan yang
tidak mengeluarkan gas beracun.
Sementara Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design
fo Sustainable Future mengungkapkan bahwa Arsitektur Hijau memiliki kriteria
sebagai berikut :
1. Conserving Energy (Hemat Energi)
Sungguh
sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan
sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu
yang lama untuk menghasilkannya kembali.
Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:
Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:
·
Banguanan dibuat memanjang dan tipis
untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.
·
Memanfaatkan energi matahari yang
terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan
alat Photovoltaic yang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring
dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah
peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.
·
Memasang lampu listrik hanya pada
bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga menggunakan alat kontrol
penguranganintensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya
sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
·
Menggunakan Sunscreen pada jendela
yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang
berlebihan masuk ke dalam ruangan.
·
Mengecat interior bangunan dengan
warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan
intensitas cahaya.
·
Bangunan tidak menggunkan pemanas
buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk
melalui lubang ventilasi.
·
Meminimalkan penggunaan energi untuk
alat pendingin (AC) dan lift.
2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan
sumber energi alami)
Melalui
pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal
ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar
ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:
·
Orientasi bangunan terhadap sinar
matahari.
·
Menggunakan sistem air pump dan cros
ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam
ruangan.
·
Menggunakan tumbuhan dan air sebagai
pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar bangunan.
·
Menggunakan jendela dan atap yang
sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang
sesuai kebutuhan.
3.
Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan
mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan
keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak
merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut.
·
Mempertahankan kondisi tapak dengan
membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada.
·
Luas permukaan dasar bangunan yang
kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.
·
Menggunakan material lokal dan
material yang tidak merusak lingkungan.
4. Respect for User (Memperhatikan pengguna
bangunan)
Antara
pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang
didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.
5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber
Daya Baru)
Suatu
bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan
meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat
digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki
pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu
dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada dasarnya
tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain.
Tentu secara parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.
Tentu secara parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.
Sumber Energi Alternatif
Bayar
bangunan yang menggunakan sumber energi regional seperti jaringan listrik PLN. Namun Alangkah baiknya apabila sebuah bangunan
dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri tanpa harus bergantung kepada sumber
energi regional tersebut. Salah satu caranya adalah
dengan menggunakan sumber energi alternatif seperti misalnya angin dan tenaga
surya. Kedua energi ini adalah sumber energi yang
sejatinya sangat melimpah di alam dan cukup mudah dikonversi menjadi energi.
Arsitektur hijau di rumah
Penerapan
arsitektur hijau yang paling mungkin dan mudah adalah pada bangunan hunian
seperti rumah. Cara yang sederhana adalah pada desain yang
dapat memadukan ruang luar dan ruang dalam.
Misalnya ruang keluarga atau ruang makan yang dihubungkan dengan taman belakang. Selain dapat meningkatkan estetika hal ini juga dapat menambah efisiensi energi serta mengurangi kesan bangunan yang jenuh.
Misalnya ruang keluarga atau ruang makan yang dihubungkan dengan taman belakang. Selain dapat meningkatkan estetika hal ini juga dapat menambah efisiensi energi serta mengurangi kesan bangunan yang jenuh.
Arsitektur
hijau menekankan bahwa dekorasi dan perabotan di dalam sebuah rumah tidak perlu
berlebihan. Hal ini juga dimaksudkan hal ini juga
dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan furniture yang tidak
diperlukan. Saniter yang lebih baik, Dapur yang bersih, desain hemat energi,
pengolahan air yang benar, luas dan jumlah ruang yang
sesuai kebutuhan, serta ketersediaan ruang hijau.
Contoh Arsitektur Hijau
Hingga
saat ini telah banyak bangunan yang menggunakan prinsip arsitektur hijau
terutama di negara-negara maju. Kali ini kita mengambil contoh sebuah
universitas di Singapura.
Nanyang Technological University Singapura
Berkat
adanya dukungan dari pemerintah, bangunan-bangunan yang bergaya arsitektur
hijau di Singapura bisa semakin bertambah, salah
satunya yang cukup menarik adalah Nanyang technological University yang ada di pusat kota Singapura.
Bangunan ini menggunakan Fasad kaca yang dapat mengurangi dampak buruk radiasi dan panas matahari sehingga suhu ruangan terjaga namun tidak mengurangi natural view dan pencahayaan yang efektif pada bangunan.
Bangunan
ini juga terkenal karena adanya Green roof yang melengkung di atas bangunan
yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau. Ruang ini
difungsikan sebagai tempat berkumpul yang indah di tengah suasana kota yang
padat.
Tidak hanya itu, atap ini juga berfungsi sebagai insulasi termal dan penangkap air hujan yang kemudian digunakan untuk irigasi di area lankap bangunan. Secara desain rumput yang ditanam pada atap juga menjadi bentuk penyesuaian pola yang menyatu dengan lingkungan sekitar.
|
Perspektif
NAMA : HARIS WINANDO
KELAS : 4TB03
NPM : 24314805
SUMBER: http://www.arsigraf.com/2017/09/pengertian-green-architecture-prinsip.html
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar